Aku menulis ini bersama rasa sakit
yang tidak benar-benar kamu pahami. Aku menatap laptopku dengan wajah masam,
berujung pada perasaan yang tidak berhasil kautebak. Mengertikah kamu,
perjuanganku juga butuh kepedulianmu?
Entah karena kauterlalu bodoh untuk
menilai atau terlalu egois untuk memaklumi. Aku mencoba sabar, mencoba sabar
menghadapimu. Aku berusaha bertahan, berusaha mempertahankan yang harusnya aku
lepaskan. Aku sudah menunggu sangat lama, mengharap pengertianmu menderas ke
arahku. Tapi, hal itu tak kunjung kutemui. Kamu masih begitu, dengan omonganmu,
dengan tingkahmu yang tak berubah.
Apakah kesabaran dan perjuangan yang
kulakukan benar-benar tak terlihat di matamu? Kaumengetahui segalanya kan?
Mengapa hanya diam dan bisumu yang selalu kudapati di hari-hari kebersamaan
kita?
https://soundcloud.com/miisel/musikalisasi-puisi-jangan
Aku ketakutan dan kedinginan
sendirian. Kamu tak pernah ada di sini saat aku butuhkan. Aku juga tak paham
lagi, pantaskah kebersamaan kita terus aku perjuangkan? Pantaskah sosokmu
selalu kupertahankan? Jika yang kudapatkan hanya pengabaian, ketidakpedulian
dan kebohongan; bagian manakah yang bisa memberi kebahagiaan?
Kamu jauh di sana, tak banyak yang
kaulakukan selain mengirim pesan singkat atau menyapaku dari ujung telepon. Tak
banyak yang bisa kita lakukan selain saling merindukan. Rasa perih itu semakin
membesar, membentuk luka yang mungkin sulit sembuh. Semakin sering aku tak
melihatmu, ketakutanku di sini semakin menebal.
Perlukah aku membandingkan kamu
dengan pria-pria lain yang lebih pandai meluangkan waktunya untukku, daripada
sedikit waktu yang kauluangkan untukku? Kamu tak pernah peduli pada sakitku,
perihku, dan sedihku. Kaubiarkan aku menyelesaikan segalanya sendirian. Inikah
wujud kepedulian yang selalu kauributkan denganku? Mana kepedulianmu? Mana
kehadiranmu? Kosong!
Jangan bilang rindu, jika kautak
bisa ke sini untuk buktikan perasaanmu.
sumur : http://dwitasarii.blogspot.com/2013/03/jangan-bilang-rindu.html