Tampilkan postingan dengan label CERMIN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERMIN. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Agustus 2015

lirik ojo ngece


ojo ngece karo wong ora ndue
rojo brono yen mati ora di gwo
bebasan urip mong mampir ngombe
ngno kui jare pini sepuh kae

yen numpak sepur asepe metu nduwur
tiwas ajor memur yen awak ora di ator
yen numpak motor asepe metu ngisor
urip nenx ngalam ndonyo kudu sugih andap asor
nex numpak becak asepe metu telak
ojo ngguyu ngakak yen urip lagi kepenak
nek numpak andong asepe metu mbokong
ojo plenggang plenggong mengko mundak koyo grandong

dadi wong ojo rumongso biso
nanging uwong seng biso rumongso
wong seng becik seng keno kebecikane
ngono kui jarene simbah ku dewe

rujak nanas pantes di wadai gelas
tiwas adem panas sek di gagas ora waras
nek rujak dondong pantes di wadai lodong
ojo plenggang plenggong mengko mundak kyo grandong
nek rujak mayet lalapane rumah sakit
binggung golek duet ngurusi barang kejepit

dadio wong senx becik
ojo do syirik
opo2 marai mangkel
mengko malah gor dadi nggrundel
tiwas ngalah malah do ngeyel
mulakne kowe manuto wong tuo
ojo pisan2 kowe neko2
jaman saiki sithik2 metu ragad
uripe ora tentrem malah kowe dadi njepat
mulakno2 rasah do ngeyel
wong tuo le ngandani angel
bola bali kowe nglarani ati
wong tuo mu dadi loro ati
ngalor ngidul ngulon ngetan
aq wes kenthir ra iso miker
ngiwo
ngiwo
kluer

Senin, 30 Maret 2015

Pembunuh dan Penyembelih

Seusai mengaji Al-Qur’an bersama, disebuah surau, terdengar suara Pak Guru berbicara tentang keburukan kepada murid-muridnya.
“Kenapa dalam kenduri tadi malam tak kita sebut Fulan membunuh ayam, melainkan Fulan menyembelih ayam? Kenapa Fulan tidak disebut pembunuh, melainkan penyembelih?”
“Karena kebaikan dan keburukan itu bentuk pekerjaanya bisa sama, tetapi berbeda perhubungan nilai dan haknya. Kalian menggenggam sebilah pedang, kemarin kalian menebaskannya ke dahan pohon, hari ini ke leher seseorang. Yang kalian lakukan semata mata menebaskan pedang, tetapi pada tebasan yang kedua, kalian menghadirkan sesuatu tidak pada tempatnya dan tidak pada haknya.”
“Selembar kertas yang bersih kalian hamparkan di atas lantai rumah yang bersih: kertas itu menjadi kotoran pada lantai. Demikian pula jika kalian tidur di tengah jalan raya, sembahyang subuh di siang bolong, atau menyanyikan lagu keras-keras di rumah sakit. Keburukan adalah kebaikan yang tidak diletakkan pada ruang dan waktunya yang tepat.”
“Makan gulai itu baik dan bergizi, tapi ia menjadi kejahatan jika kalian lakukan tanpa berbagi dengan seseorang yang kelaparan yang pada saat itu berada dalam jangkauanmu.”
“Mengucapkan kata-kata, mengungkapkan pengetahuan atau menuturkan ilmu; betapa mulia. Tetapi pada keadaan tertentu yang kalian ucapkan adalah dusta. Jadi mengucapkan (pada menuturkan ilmu) dan mengucapkan (pada berkata dusta) itu berbeda (walaupun sama-sama berkata-kata/mengucapkan sesuatu) seperti perbedaan antara surga dan neraka.”
“Mengambil air di sumur, mengambil bebuahan di ladang atau mengambil uang disaku; baik itu adanya. Tetapi sumur siapa, ladang siapa dan saku siapa: itulah yang menentukan apakah kalian mengambil ataukah mencuri.”


Pembunuh dan Penyembelih

sumur : http://www.caknun.com/cermin/pembunuh-dan-penyembelih/

Senin, 23 Maret 2015

Menangis

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUauN1yNw-9-eoBVf6oF1Z3bii-tSRthP6pubHuB1DnpNnLeQFpSS8lhufCr2JuHqMOB_bMq5qx7v_6WEZDXR3zGRGAOm5h8VVrRhvpQzvdLc2kgTMFSw5BjpdEtNQlAsod_E1d4PNMMA/s320/Orang+Sedang+berdoa+sambil+menangis.jpgSehabis sesiangan bekerja di sawah-sawah serta disegala macam yang diperlukan oleh desa rintisan yang mereka dirikan jauh di pedalaman, Abah Latif mengajak para santri untuk sesering mungkin bershalat malam.
Senantiasa lama waktu yang diperlukan, karena setiap kali memasuki kalimat “iyyaka na’budu….”. Abah Latif biasanya lantas menangis tersedu-sedu bagai tak berpenghabisan.
Sesudah melalui perjuangan batin yang amat berat untuk melampaui kata itu, Abah Latif akan berlama-lama lagi macet lidahnya mengucapkan “wa iyyaka nasta’in….”
Banyak di antara jamaah yang bahkan terkadang ada satu dua yang lantas ambruk ke lantai atau meraung-raung.
“Hidup manusia harus berpijak, sebagaimana setiap pohon harus berakar”, berkata Abah Latif seusai wirid bersama, “Mengucapkan kata-kata itu dalam Al-Fatihah pun harus ada akar dan pijakannya yang nyata dalam kehidupan. Harus di situ titik beratnya bukan sebagai aturan, melainkan memang demikianlah hakekat alam, di mana manusia tak bisa berada dan berlaku selain di dalam hakekat itu”.
“Astaghfimllah, astaghfirullah”, geremang turut menangis mulut parasantri.
“Jadi, anak-anakku”, beliau melanjutkan, “apa akar dan pijakan kita dalam rnengucapkan kepada Allah iyyaka na’budu?”
“Bukankah tak ada salahnya mengucapkan sesuatu yang toh baik dan merupakan bimbingan Allah itu sendiri, Abah?” bertanya seorang santri.
“Kita tidak boleh mengucapkan kata, Nak, kita hanya boleh mengucapkan kehidupan”.
“Belum jelas benar bagiku, Abah”.
“Kita dilarang mengucapkan kekosongan, kita hanya diperkenankan mengucapkan kenyataan”. “Astaghfirullah, astaghfirullah”, geremang mulut para santri terhenti ucapannya. Dan Abah Latif meneruskan, “Sekarang ini kita mungkin sudah pantas mengucapkan iyyaka na’budu. Kepada-Mu aku menyembah. Tetapi Kaum Muslimin masih belum memiliki suatu kondisi keumatan untuk layak berkata kepada-Mu kami menyembah, na’budu”.
“Al-Fatihah haruslah mencerminkan proses dan tahapan pencapaian sejarah kita sebagai diri pribadi serta kita sebagai umatan wahidah. Ketika sampai di kalimat na’budu, tingkat yang harus kita capai telah lebih dari ‘abdullah, yakni khalifatullah. Suatu maqam yang dipersyarati oleh kebersamaan Kaum Muslimin dalam menyembah Allah di mana penyembahan itu diterjemahkan ke dalam setiap bidang kehidupan. Mengucapkan iyyaka na’budu dalam shalat mustilah memiliki akar dan pijakan di mana kita Kaum Muslimin telah membawa urusan rumah tangga, urusan perniagaan, urusan sosial dan politik serta segala urusan lain untuk menyembah hanya kepada Allah. Maka, anak-anakku, betapa mungkin dalam keadaan kita dewasa ini lidah kita tidak kelu dan airmata tak bercucuran tatkala harus mengucapkan kata-kata itu?”
“Astaghfirullah, astaghfirullah”, geremang mulut para santri.
“Al-Fatihah hanya pantas diucapkan apabila kita telah saling menjadi khalifatullah di dalam berbagai hubungan kehidupan. Tangis kita akan sungguh-sungguh tak berpenghabisan karena dengan mengucapkan wa iyyaka nasta’in, kita telah secara terang-terangan menipu Tuhan. Kita berbohong kepada-Nya berpuluh-puluh kali dalam sehari. Kita nyatakan bahwa kita meminta pertolongan hanya kepada Allah, padahal dalam sangat banyak hal kita lebih banyak bergantung kepada kekuatan, kekuasaan dan mekanisme yang pada hakekatnya melawan Allah”.
“Astaghfirullah, astaghfirullah”, gemeremang para santri.
“Anak-anakku, pergilah masuk ke dalam dirimu sendiri, telusurilah perbuatan-perbuatanmu sendiri, masuklah ke urusan-urusan manusia di sekitarmu, pergilah ke pasar, ke kantor-kantor, ke panggung-panggung dunia yang luas: tekunilah, temukanlah salah benarnya ucapan-ucapanku kepadamu. Kemudian peliharalah kepekaan dan kesanggupan untuk tetap bisa menangis. Karena alhamdulillah seandainya sampai akhir hidup kita hanya diperkenankan untuk menangis karena keadaan-keadaan itu: airmata saja pun sanggup mengantarkan kita kepada-Nya!”



sumur : http://www.caknun.com

Relegi Teknologi

Laserta Maiyah

http://www.anneahira.com/images/pohon.jpgSebatang pohon yang semenjak kecil menyerap air dan unsur-unsur hara di dalam tanah secara efisien hingga pada suatu ketika pohon itu memancarkan secara efektif apa-apa yang telah diserapnya berupa tumbuhnya kembang atau bunga dan menghasilkan buah pada akhirnya, maka sebatang pohon itupun sesungguhnya tengah berteknologi.
Demikianlah seharusnya manusia berteknologi. Manusia teknologi bukanlah orang-orang yang kemana-mana membawa seabreg alat-alat canggih (katanya), melainkan orang-orang yang senantiasa menyerap gelombang-gelombang elektromagnetik yang bertebaran di luar dirinya (melalui proses melihat, mendengar, merasakan), kemudian mengolah gelombang-gelombang elektromagnetik tersebut (melalui proses melamun, merenung, berpikir, berencana). Hingga akhirnya menterjemahkan seluruh pergolakan gelombang-gelombang elektromagnetik tersebut keluar dari persemayamannya di kepala melalui mulut (lisan), tangan dan kakinya (merancang, mengoperasikan, menulis) dengan tujuan utama mencegah kejahatan dan memberi manfaat sebesar-besarnya kepada penghuni bumi dan langit, siapapun.


sumur : http://www.caknun.com

Rabu, 04 Maret 2015

Tidak Minta Apa-Apa Dalam Doa


Yang membubung hanya mimpi, adapun permintaan mesti tahu diri.
Ada hamba yang setiap kali berdoa mengucapkan: “Ya Allah, tak akan pernah lunas hutang rasa syukurku kepadaMu. Tak akan pernah cukup seluruh usia yang Engkau anugerahkan ini untuk menjalani rasa terima kasihku kepadaMu. Apakah menurutMu, hambaMu ini pantas meminta sesuatu lagi kepadaMu?”
Kalau Anda punya dua anak, yang satu selalu meminta dan meminta, sedangkan lainnya pemalu dan hanya menerima sesuatu kalau Anda memberikannya dan amat jarang meminta sesuatu kepada Anda. Pertanyaannya: kepada yang manakah anda lebih senang dan lega untuk memberikan sesuatu?

Senin, 02 Maret 2015

Doa Nikah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjjRQXbaBRboXchtuR0ktR5ecFHzRgKx53NRhcC-LqJdkIK-yF9gPX0_yu82b6ZeLjAzxJQJkpq1_zeBduo4Y3egfOFMA-x735ZmvfpMNBUH8DmQFwRB6_9wTPrPd6q1JAZF9LAko2uTW8/s1600/emha_ainun_najib_100618121528.jpg"Doa Emha Ainun Nadjib untuk pernikahan anak pertamnya, Sabrang Mowo Damar panuluh (Noe) "

Ya Allah wahai Maha Pengasuh ummat manusia

Sesungguhnya nikah adalah gagasan-Mu

Sesungguhnya nikah adalah karya-Mu

Sesungguhnya nikah adalah perintah-Mu

Maka Engkau pulalah yang sesungguhnya menyiapkan

singgasana pelaminan bagi siapapun hamba-hamba-Mu

yang melakukannya

Engkau pulalah yang melimpahkan rizqi, baik rizqi yang

berada di dalam perhitungan mereka, maupun rizqi

yang tak bisa mereka duga

Engkaulah yang menyediakan rumah, membangun mahligai

persemayaman melalui ketekunan kerja dan

kreativitas akal fikiran mereka

Serta Engkaulah yang mempekerjakan para Malaikat-Mu

untuk turut membantu memelihara kemesraan mereka

mempertahankan kenikmatan mereka

untuk senantiasa saling setia di antara mereka berdua



Ya Allah wahai Maha Penuntun semua hamba

Sesungguhnya nikah adalah ungkapan cinta-Mu sendiri

kepada ummat manusia karya terbaik-Mu

Sesungguhnya nikah adalah pancaran gairah kasih sayang-Mu

untuk mempersatukan semua ciptaan-Mu dengan

diri-Mu sendiri

Maka bagi hamba-hamba-Mu yang menikahkan diri mereka

demi mentaati-Mu

Limpahilah bekal cinta yang sejati dan abadi

Tenaga kasih sayang yang tanpa ujung

Keluasan jiwa yang seluas cakrawala

Untuk saling menampung di antara mereka

Untuk saling menjadi ruang

Untuk saling memuaikan penghormatan dan pemahaman

Sehingga cinta mereka senantiasa segar dan dewasa



Ya Allah Wahai Maha Pengayom ummat manusia

Sesungguhnya hanya Engkaulah yang memiliki hak

dan perkenan untuk menikahkan setiap makhluk-Mu

Maka pada hakekatnya Engkaulah yang telah meng-akad

Nikah-kan kedua mempelai yang berbahagia

dan berbunga-bunga wajahnya

Engkaulah yang mempertemukan hati mereka

Engkaulah yang mempertautkan cinta mereka

Engkaulah yang memperjalankan mereka di lorong

kasih sayang yang panjang dan jauhnya

tak berakhir kecuali di halaman rumah cinta-Mu sendiri

Engkau mengerahkan para Malaikat-Mu untuk

menaburkan wewangian Rahman Rahim

di dalam jiwa mereka

Engkau memerintahkan pada Ruh yang terjaga kesuciannya

untuk menabuh rebana-rebana kebahagiaan mereka

Meniupkan seruling ar-Rauf, menggesek dawai al-Wadud

Serta menggemintangkan suara tambur Hanan Mannan



Ya Allah wahai Maha Pemeluk Kasih dan Pendekap Sayang

Kami semua yang hadir berkerubung di ruangan

sakinah mawaddah dan rahmah-Mu malam ini

Kami yang datang berkumpul dan menghirup aroma cinta

dan aura tekad kesetiaan di lubuk kalbu

mempelai berdua

Dengan segala kerendahan hati memohon kepada-Mu

Berdasarkan hakekat Ahad dan Wahid-Mu

Berakarkan makrifat Nur Muhammad-Mu

Agar jangan izinkan siapapun dan apapun mendekat pada

kedua mempelai, kecuali yang Engkau pekerjakan

untuk memperteguh cinta mereka

Jangan perkenan benda dan peristiwa apapun menimpa

mempelai berdua, kecuali yang memang Engkau

perintahkan untuk mengekalkan pertalian mereka



Ya Allah wahai Maha Pengasuh, asuhlah mereka di dalam

keindahan cinta-Mu

Ya Allah wahai Maha Pengayom, ayomilah mereka di dalam

Melimpahnya perlindungan dan rizqi-Mu

Ya Allah wahai Maha Penuntun, tuntunlah perjalanan cinta

mereka menelusuri kebun ilmu kebenaran-Mu.


Rabu, 11 Februari 2015

Kebesaran Orang Kecil


Kebanyakan orang kecil adalah orang besar. Mereka bukan hanya berhati tabah, bermental baja dan berperasaan terlalu sabar, tapi juga berkemampuan hidup yang luar biasa.

Mereka sanggup dan rela berjualan beberapa botol air untuk penghidupan primernya. Kita pasti juga sanggup berjualan seperti itu, tapi tidak rela.

Orang kecil mampu menjadi kenek angkutan, menjadi satpam, menjadi tukang parkir atau menjadi pembantu rumah tangga seumur hidup.

Sedangkan kita tidak mampu dan tak akan pernah bisa membuktikan bahwa kita sanggup menjadi kenek atau satpam atau pembantu rumah tangga seumur hidup.

Mereka ikhlas untuk tidak boleh terlalu memikirkan harapan dan masa depan. Sementara kita selalu memamerkan harapan dan masa depan yang kita pidatokan seakan-akan berlaku untuk mereka, padahal hanya berlaku untuk kita.

Mereka adalah orang-orang besar yang berjiwa besar. Mereka senantiasa siap menjalankan perintah kita dan menyesuaikan segala perilakunya dengan kehendak kita.

Kita inilah yang sebenarnya orang kecil. Kita hanya ikhlas kalau kita kaya, sukses dan berkuasa. Kita hanya sanggup menjadi pembesar. Kita hanya sanggup memerintah dan menggantungkan diri pada orang yang kita perintah.

http://www.mygreatworld.com/indonesia/photos/large/karezona_rakyat_1233758360.jpg
Read more at http://mocopatsyafaat.blogspot.com/2013/05/kebesaran-orang-kecil.html#t1fX3uEE2eKAu5j0.99

Rabu, 23 Juli 2014

Pemikiran Ki Hajar Dewantara Relevan Dengan Kebangkitan Bangsa

Menurut Cak Nun, konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara tidak hanya memberikan ajaran yang relevan untuk masa lalu, tapi juga untuk menyikapi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Ki Hajar Dewantara dalam pemikirannya mengungkapkan bahwa dalam hidup seseorang hendaknya bisa melakukan Ing Ngarso Sung Tulodho , Ing Madya Mangun Karso,

Tut Wuri Handayani. Artinya, ketika berada di depan atau menjadi pemimpin, bisa memberikan contoh yang baik, ketika kembali hidup di tengah masyarakat mampu memberikan motivasi dan semangat yang positif dan ketika sudah tidak mengemban tugas apapun dapat memberikan dorongan bagi lingkungannya untuk maju dan berkembang.

Jadi, masing-masing warga bangsa mampu memerankan dirinya dengan baik di tengah masyarakat. Kendati begitu, Cak Nun dalam paparannya yang disampaikan secara “terbuka” menambahkan, kebangkitan bangsa sebenarnya hanya pantas dilakukan untuk bangsa yang lemah. Bangsa Indonesia, katanya, merupakan bangsa yang kuat, meskipun dalam berbangsa dan bernegara masih perlu perbaikan-perbaikan sehingga kedepan diperoleh format kebangsaan yang lebih baik.

Lompatan Sementara itu, pengamat politik Unair, Aribowo berpendapat bahwa banyak negara di dunia bisa menjadi negara maju karena diawali dengan banyaknya tantangan yang harus dihadapi seperti imperialisme dan kolonialisme. Dalam sejarah Indonesia, katanya, hal tersebut juga terjadi yang ditandai dengan masa pemerintahan penjajah, Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba) dan era reformasi. Perubahan-perubahan tersebut, kata Aribowo, telah berdampak adanya arah berdemokrasi yang lebih baik, diantaranya ditandai dengan perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) dan terdistribusinya kekuasaan. “Saya melihat, sejak krisis 1998 telah terjadi lompatan berdemokrasi yang sangat besar di Indonesia,” ujarnya. Menyinggung banyaknya kalangan memilih Golput saat Pemilu, ia menilai hal itu jutsru lebih demokratis dan rasional. “Dalam suatu negara, jika dalam Pemilu banyak yang Golput, biasanya negara itu lebih demokratis, sedangkan negara yang banyak pemilihnya, biasanya negara itu otoriter totaliter,” ucapnya. Sedangkan Anas Urbaningrum dalam kesempatan itu menguraikan bahwa Kebangkitan Nasional pada 1908Â adalah berawal dari politik etis yang diterapkan Belanda.

Sementara itu, dalam perkembangan demokrasi Indonesia saat ini, partai politik menjadi instrumen yang penting entah itu akan menjadi elemen kebangkitan nasional atau justru “kebangkrutan nasional”. Pemilu dengan sistem proporisonal yang berlaku saat ini, cenderung merangsang untuk tumbuhnya “syahwat” masyarakat mendirikan partai politik, dan itu tidak bisa disalahkan. Karena itu, tidak menutup kemungkinan akhirnya banyak ditemui problem internal partai politik seperti tumpulnya komunikasi dengan konstituen, terbatasnya finansial, tidak punya basis jaringan yang kokoh dan lemah dalam menyiapkan sumber daya manusia pemimpinnya. Dengan demikian, perbaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan dengan baik jika tokoh-tokoh yang berkualitas di negeri ini mau menyedekahkan energinya untuk perbaikan.

http://beritasore.com/2007/06/09/cak-nun-pemikiran-ki-hajar-dewantara-relevan-dengan-kebangkitan-bangsa/

Senin, 21 Juli 2014

Lirik dan Arti Syair Shalawat Tarhim

Ash-sholâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ imâmal mujâhidîn yâ Rasûlallâh
Ash-shalâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshirol hudâ yâ khoyra kholqillâh
Ash-sholâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ nâshirol haqqi yâ Rasûlullâh
Ash-sholâtu was-salâmu ‘alâyk
Yâ Man asro bikal muhayminu lay lan nilta mâ nilta wal-anâmu niyâmu
Wa taqoddamta lish-shalâti fashallâ kulu man fis-samâi wa antal imâmu
Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman Wa ilal muntahâ rufi’ta karîman wa sai’tan nidâ ‘alaykas salâm
Yâ karîmal akhlâq yâ Rasûlallâh Shallallâhu ‘alayka wa ‘alâ âlika wa ashhâbika ajma’în




Artinya

Shalawat dan salam semoga tercurahkan padamuduhai pemimpin para pejuang, ya RasulullahShalawat dan salam semoga tercurahkan padamuduhai penuntun petunjuk Ilahi, duhai makhluk yang terbaik
Shalawat dan salam semoga tercurahkan atasmu
Duhai penolong kebenaran, ya RasulullahShalawat dan salam semoga tercurahkan padamu Wahai Yang Memperjalankanmu di malam hari Dialah Yang Maha Melindungi
Engkau memperoleh apa yang kau peroleh sementara semua manusia tidur
Semua penghuni langit melakukan shalat di belakangmu dan engkau menjadi imam
Engkau diberangkatkan ke Sitratul Muntaha karena kemulianmu dan engkau mendengar suara ucapan salam atasmu
Duhai yang paling mulia akhlaknya, ya RasulullahSemoga shalawat selalu tercurahkan padamu, pada keluargamu dan sahabatmu

Jumat, 04 Juli 2014

Memilih Presiden

Kalau kita makan, kita punya kekuasaan terhadap yang kita makan. Kalau kita memilih makan nasi uduk, itu kita perhitungkan kita membelinya di suatu warung yang kita mampu mengontrolnya. Kalau nasinya ada krikilnya kita protes, dan kita punya pengetahuan apakah nasi ini beracun atau tidak, basi atau tidak. 
Setiap pilihan resikonya adalah harus disertai kesanggupan untuk mengontrol sesuatu yang kita pilih. Di situlah kelemahan kita sebagai bangsa Indonesia. Kita harus memilih pemimpin tanpa sedikit pun ada kesanggupan untuk mengontrol pemimpin yang kita pilih itu.
Bahkan lebih dari itu, bukan hanya tidak sanggup mengontrol, kita bahkan tidak punya pengetahuan yang mencukupi sama sekali mengenai sesuatu yang kita pilih. Kita tidak tahu sebenarnya caleg ini kualitasnya bagaimana, hidupnya bagaimana, istrinya berapa, akhlaknya bagaimana, kita tidak tahu sama sekali. Bahkan tokoh-tokoh terkenal pun rakyat tidak tahu. Bapak ini, Gus itu, orang nggak tahu sebenarnya. Dan kalau pun mereka tahu, mereka tak punya daya kontrol terhadap yang dipilihnya ini, tapi mau tak mau harus memilih. Ini saya kira dilema kita bersama se-Indonesia.
Jadi, sederhana saja sebenarnya. Kalau anakmu naik kapal merantau ke luar pulau, maka selama naik kapal akan ada kemungkinan ada badai, ada kemungkinan dibunuh orang, ada kemungkinan dia bertengkar dengan orang, ada kemungkinan dia di ancam bahaya. Kepada siapakah engkau menyerahkan anakmu yang engkau tak bisa mengontrolnya di perjalanan, kepada siapa? Kamu titipkan pak Camat? Kamu titipkan nahkoda? Tidak ada jalan lain kecuali engkau titipkan pada Allah SWT. Kalau yang kau pilih di pemilu nanti kau tidak tahu siapa dia, kamu tidak bisa mengontrol dia, kenapa tidak kau serahkan pada Tuhan? Jadi serahkan pada Tuhan.
Kalau dalam Islam sederhana. Kalau misal anda tidak memilih, kalau nanti anda berdoa supaya bangsa kita sejahtera, nanti Tuhan mengejek juga “Lha kamu nggak milih aja kok minta bangsamu sejahtera”. Tapi kalau memilih bingung juga mau memilih yang mana, sedangkan kalau memilih tidak bisa mengontrol juga. Ya kalau begitu serahkan pada Tuhan.
Kalau dalam Islam caranya jelas. Jadi malamnya shalat dulu kek, kalau nggak sempat ya dalam hati saja berdoa, “Ya Tuhan, gimana mosok saya nggak nyoblos, saya kan warga negara. Saya pilih lah yang kira-kira paling bagus. Cuma kan saya ndak bisa mengontrol dia, Tuhan. Jadi, tolong dong, ini saya pilih satu. Setelah saya pilih dan coblos, saya serahkan kepada-Mu. Kalau dia pemimpin yang baik, panjangkan umurnya. Beri dia kekuatan, dan bantulah urusan-urusannya. Tapi kalau yang aku pilih ini ternyata pengkhianat, penjilat, penindas rakyat dan sama sekali tidak punya cinta kepada kami-kami yang di bawah ini, mbok dilaknat dengan cepat, mbok cepat-cepat diberi tindakan, Tuhan. Terlalu lama lho kami rakyat Indonesia kayak gini terus bingung nggak habis-habis. Terus kepada siapa dong aku mengeluh? Kepada siapa dong rakyat Indonesia mengeluh? Kepada DPR? Wong mereka itu yang justru kami keluhkan kepada-Mu ya Allah. Jadi tolong, Tuhan….”
Bisa juga ditambahi ayat-ayat. Sebelum masuk kotak atau bilik bilang di dalam hati, begitu mau mencoblos baca “Wa makaruu wa makarallah wa-llahu khoirul maakirin”. Kalau mereka makar pada nilai-nilai Allah dan nilai rakyat, maka Allah akan makar pada mereka. Dan yang paling jagoan untuk makar adalah Allah. Kalau mereka khianat pada rakyat, berarti mereka khianat pada Tuhan. Maka Tuhan juga akan makar pada mereka. Wa-llahu khoirul maakirin. Jejak bumi tiga kali, baru dicoblos. Nanti kalau dia khianat, dia sakit kudis.
Dokumentasi Progress

Senin, 07 April 2014

Kumpulan karya Emha Ainun Nadjib


emha_kiai_kanjeng


"Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu"