Rabu, 23 Juli 2014

Pemikiran Ki Hajar Dewantara Relevan Dengan Kebangkitan Bangsa

Menurut Cak Nun, konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara tidak hanya memberikan ajaran yang relevan untuk masa lalu, tapi juga untuk menyikapi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Ki Hajar Dewantara dalam pemikirannya mengungkapkan bahwa dalam hidup seseorang hendaknya bisa melakukan Ing Ngarso Sung Tulodho , Ing Madya Mangun Karso,

Tut Wuri Handayani. Artinya, ketika berada di depan atau menjadi pemimpin, bisa memberikan contoh yang baik, ketika kembali hidup di tengah masyarakat mampu memberikan motivasi dan semangat yang positif dan ketika sudah tidak mengemban tugas apapun dapat memberikan dorongan bagi lingkungannya untuk maju dan berkembang.

Jadi, masing-masing warga bangsa mampu memerankan dirinya dengan baik di tengah masyarakat. Kendati begitu, Cak Nun dalam paparannya yang disampaikan secara “terbuka” menambahkan, kebangkitan bangsa sebenarnya hanya pantas dilakukan untuk bangsa yang lemah. Bangsa Indonesia, katanya, merupakan bangsa yang kuat, meskipun dalam berbangsa dan bernegara masih perlu perbaikan-perbaikan sehingga kedepan diperoleh format kebangsaan yang lebih baik.

Lompatan Sementara itu, pengamat politik Unair, Aribowo berpendapat bahwa banyak negara di dunia bisa menjadi negara maju karena diawali dengan banyaknya tantangan yang harus dihadapi seperti imperialisme dan kolonialisme. Dalam sejarah Indonesia, katanya, hal tersebut juga terjadi yang ditandai dengan masa pemerintahan penjajah, Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba) dan era reformasi. Perubahan-perubahan tersebut, kata Aribowo, telah berdampak adanya arah berdemokrasi yang lebih baik, diantaranya ditandai dengan perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) dan terdistribusinya kekuasaan. “Saya melihat, sejak krisis 1998 telah terjadi lompatan berdemokrasi yang sangat besar di Indonesia,” ujarnya. Menyinggung banyaknya kalangan memilih Golput saat Pemilu, ia menilai hal itu jutsru lebih demokratis dan rasional. “Dalam suatu negara, jika dalam Pemilu banyak yang Golput, biasanya negara itu lebih demokratis, sedangkan negara yang banyak pemilihnya, biasanya negara itu otoriter totaliter,” ucapnya. Sedangkan Anas Urbaningrum dalam kesempatan itu menguraikan bahwa Kebangkitan Nasional pada 1908Â adalah berawal dari politik etis yang diterapkan Belanda.

Sementara itu, dalam perkembangan demokrasi Indonesia saat ini, partai politik menjadi instrumen yang penting entah itu akan menjadi elemen kebangkitan nasional atau justru “kebangkrutan nasional”. Pemilu dengan sistem proporisonal yang berlaku saat ini, cenderung merangsang untuk tumbuhnya “syahwat” masyarakat mendirikan partai politik, dan itu tidak bisa disalahkan. Karena itu, tidak menutup kemungkinan akhirnya banyak ditemui problem internal partai politik seperti tumpulnya komunikasi dengan konstituen, terbatasnya finansial, tidak punya basis jaringan yang kokoh dan lemah dalam menyiapkan sumber daya manusia pemimpinnya. Dengan demikian, perbaikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan berjalan dengan baik jika tokoh-tokoh yang berkualitas di negeri ini mau menyedekahkan energinya untuk perbaikan.

http://beritasore.com/2007/06/09/cak-nun-pemikiran-ki-hajar-dewantara-relevan-dengan-kebangkitan-bangsa/
"Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu"