Aku hanyalah seorang ibu yang ingin
berbicara atas nama diriku sendiri dengan melihat putriku sebagai
istrimu, dan engkau sebagai menantuku.
Bila engkau membaca pesan ini, semoga
engkau melihat pula bayang wajah ibumu yang telah mengandung dan
melahirkanmu, berdiri tepat dihadapanmu.
Wahai menantuku,
Engkau imam dunia akhirat untuk putriku. Bukankah engkau juga akan membawanya hingga ke baka?
Wahai menantuku,
Bila ada kelemahan dari istrimu dan
seribu lagi keburukan yang dilakukannya akibat kelemahan dan juga
kekurangan darinya, itu menjadi tugasmu untuk mendidiknya sekarang dan
bukan lagi tugasku.
Wahai menantuku,
Bukankah engkau sebagai suaminya yang
harus melindunginya dengan rasa aman untuk putriku? Maka berikanlah
keteduhan bagi jiwanya. Engkau adalah seorang suami yang diberikan
amanah untuk mendampingi putriku, maka bersabarlah terhadap istrimu dan
tetaplah bersikap lemah lembut padanya. Maka sayangi dan peliharalah
istrimu dengan jalan Allah.
Wahai menantuku,
Maka selamatkanlah istrimu dari
perbuatan dosa-dosa kecil maupun besar. Bukankah nantipun engkau akan
ditanya tentang tanggung jawab bagaimana kau mengurus mereka dan
mengajarkan mereka amal-amal yang memasukkan ke dalam Surga untuk bisa
dilalui oleh yang harus kau bawa serta? Dan pertanyaan itu akan
ditujukan padamu wahai menantuku, bukan padaku lagi.
Wahai menantuku,
Engkau diijinkan untuk menghukum istrimu
apabila engkau melihat dari haqmu yang dilalaikan olehnya akan tetapi
wahai menantuku, hukumlah putriku sewajarnya namun janganlah engkau
menghukuminya dengan mengenai wajahnya dan jangan pula menyentuh
tubuhnya hingga meninggalkan jejak luka padanya. Janganlah menghardiknya
dengan kasar dan umpatan yang merendahkan seolah engkau turut
menistakan dirimu sendiri sebab ia itu ialah pakaian dari dirimu.
Wahai menantuku,
Aku titipkan putriku padamu buatlah dia tersenyum menuju Surga atas bimbingan darimu.